Rabu, 26 Agustus 2015

Ku Ikhtiarkan Kau Dalam Doa

SERUPA isyarat yang menikahi diam, begitulah aku. 
Mendoakan keselamatan untukmu, dan meyakinkan Allah untuk memberi petunjuk bagimu, bahwa telah kumantapkan lahir-batinku untuk menjadi pendamping hidupmu.
Mencintaimu dalam diam bukan karena bibirku tak mampu bersuara. 
Tetapi aku takut apabila terlalu banyak mengumbar cinta, membuat cintaku padamu melebihi rasa cintaku pada Allah Subhana Wa Ta’ala.
Meyakinkan Allah lewat kerja ahlak dan tindak yang baik, mungkin bisa menjadi sebuah proses bahwa kepantasanku menjadi pendamping hidupmu bukan sebatas kata-kata.
Kita boleh jauh di mata, aku di sini dan engkau di sana. 
Namun, dalam yakinku ‘kita menghadap kiblat yang sama’ dan sama-sama mengharap kesejatian cinta atas kehendak-Nya.
Dari itu meski kita jauh di mata, namun dekat di doa. 
Bukankah itu lebih dari cukup untuk berkarib ajar kasih sayang dalam naungan ridha-Nya?
Percayalah akan tiba waktunya kita mendewasakan cinta melalui pernikahan. 
Asalkan isyarat yang sama-sama kita sampaikan pada Allah benar mampu kita pahami sebagai kebijaksaan pecinta yang saling mencinta.
Jika pun kita tidak berjodoh, itu bukan karena isyarat yang mewujud doa tak diketahui maknanya oleh Allah. 
Tetapi ada saat di mana kita harus memahami satu perkara bahwa ‘apa yang terbaik menurut kita, belum tentu yang terbaik bagi-Nya’.


Rabu, 26 Agustus 2015

Ku Ikhtiarkan Kau Dalam Doa

SERUPA isyarat yang menikahi diam, begitulah aku. 
Mendoakan keselamatan untukmu, dan meyakinkan Allah untuk memberi petunjuk bagimu, bahwa telah kumantapkan lahir-batinku untuk menjadi pendamping hidupmu.
Mencintaimu dalam diam bukan karena bibirku tak mampu bersuara. 
Tetapi aku takut apabila terlalu banyak mengumbar cinta, membuat cintaku padamu melebihi rasa cintaku pada Allah Subhana Wa Ta’ala.
Meyakinkan Allah lewat kerja ahlak dan tindak yang baik, mungkin bisa menjadi sebuah proses bahwa kepantasanku menjadi pendamping hidupmu bukan sebatas kata-kata.
Kita boleh jauh di mata, aku di sini dan engkau di sana. 
Namun, dalam yakinku ‘kita menghadap kiblat yang sama’ dan sama-sama mengharap kesejatian cinta atas kehendak-Nya.
Dari itu meski kita jauh di mata, namun dekat di doa. 
Bukankah itu lebih dari cukup untuk berkarib ajar kasih sayang dalam naungan ridha-Nya?
Percayalah akan tiba waktunya kita mendewasakan cinta melalui pernikahan. 
Asalkan isyarat yang sama-sama kita sampaikan pada Allah benar mampu kita pahami sebagai kebijaksaan pecinta yang saling mencinta.
Jika pun kita tidak berjodoh, itu bukan karena isyarat yang mewujud doa tak diketahui maknanya oleh Allah. 
Tetapi ada saat di mana kita harus memahami satu perkara bahwa ‘apa yang terbaik menurut kita, belum tentu yang terbaik bagi-Nya’.