Malam itu rembulan tak mau menampakkan dirinya. Hawa dingin menyelimuti kota Semarang seharian. Musim hujan telah tiba. Kunang-kunang pun yang hampir punah terlihat di taman kota. Tiara masih duduk di taman kota itu menangis terisak-isak. Mengingat sikap keras ayahnya. Kemarin Tiara terusir dari rumahnya. Siapapun tak menginginkan itu terjadi.
“Ya Allah….apakah Engkau menguji keimanan ku….”, desah Tiara pelan. Sebulan lalu, Tiara memutuskan hijrah. Sebuah keputusan yang begitu rumit baginya. Siap mental. Tapi tak disangka keputusan itu mengakibatkan ayah mengusirnya. Begitu berat terasa. Sesak ketika mengingat kejadian kemarin. “Kamu ingin menjadi istri teroris ya??? “, kata- kata kasar terucap dari bibir ayah Tiara. Tiara tak menyangka komentar ayahnya begitu menusuk hatinya. Tiara belum sempat duduk melepas lelah karena menempuh perjalanan Semarang-Pati. Saat itu di teras rumah ayah dan ibu telah menanti kedatangan Tiara. Salam pun belum terucap. Mencium tangan ayah dan ibunya belum dilakukan Tiara sebagai ritual wajib. Yups, Tiara tahu ayah dan ibunya kaget dengan penampilan Tiara sekarang. Jilbab biru muda yang terulur panjang sampai pinggang, berdeker putih, baju juga berwarna biru terlihat longgar, kaos kakian dan rok hitam.
“Yah, Tiara bisa jelasin….kita masuk dulu….malu diliatin tetangga…” ucap Tiara dengan lembut agar kemarahan ayahnya reda. Latar belakang ayah Tiara sebagai polisi membuat watak ayahnya keras. Disiplin militer telah diterapkan sejak Tiara kecil. Apalagi ayah menaruh harapan besar kepada Tiara. Anak tunggal kebanggaan keluarga.
“Kamu ikut aliran sesat mana??”, ayah tak mempedulikan Tiara. Pertanyaan bertubi-tubi menyudutkan Tiara. Terlihat ibu mulai menangis membayangkan apa yang akan terjadi. Tiara tetap teguh pada pendiriannya. Teriakan ayah pun mengundang perhatian tetangga. Terlihat mereka saling berbisik-bisik satu dengan yang lainnya. Tak ada satu pun yang berani mendekat untuk melerai perseteruan anak dan bapaknya.
“Yah…perempuan yang sudah balik wajib menutupi auratnya kecuali wajah dan telapak tangannya…Allah berfirman dalam surat An-nur ayat 31…Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra- putra saudara lelaki mereka, atau putra- putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. Dan Al-Ahzab ayat 59… Hai nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Lalu adakah yang salah dengan Tiara? Tiara hanya ingin kewajiban Tiara sebagai perempuan muslim… Tiara ingin berubah Yah…”. Tiara tetap teguh.
“Tapi Nak…kamu bisa berjilbab seperti remaja pada umumnya… yang lagi trend sekarang gaya Marshanda itu…kamu akan terlihat cantik…kamu juga baru semester 3….pikirkan jika kamu lulus dengan jilbab yang besar seperti itu akan sulit mencari pekerjaan…apalagi kamu jurusan…..” ucap ibu yang langsung dipotong Tiara…
“Bu…rezeki, jodoh dan kematian sudah diatur oleh Allah…”, Tiara belum sempat menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba ayah Tiara menarik jilbab dan membuangnya di depan rumah…Rambut indah Tiara tergurai…sebahu panjangnya…Tiara hanya menangis, tak kuasa melawan ayahnya…Tapi yang menyakitkan…Auratnya dilihat oleh tetangganya yang asik menonton adegan tadi.
“Jangan pernah kembali ke rumah jika kamu masih berpakaian teroris…”, Ayah langsung masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Tiara dan ibu berpelukan sambil menangis…Ibu sangat terpukul mendengar kata-kata ayah…Ibu tahu Tiara tidak main-main dalam jilbabnya. Dan tak tahu akhir kisah perseteruan ini.
“Assalamu’alaikum dek Tiar…”, Lamunan Tiara langsung buyar seketika.
“Wa’alaikumsalam mba Sofie… kok ke sini??”, Tiara langsung menggeser duduknya agar ada tempat untuk mba Sofie.
“Nggak baik loh akhwat duduk-duduk di taman sendirian…sekarang sudah pukul 8 malam…yuk kita pulang…”. Mba Sofie adalah pembina wisma akhwat. Mba Sofie sangat khawatir dengan keadaan Tiara. Sejak kemarin Tiara hanya diam membisu. Kepulangan ke Pati membawa duka bagi Tiara. Mba Sofie bisa memahami sikap ayah Tiara, takut anak kesayangannya terjerumus aliran Islam yang menyesatkan…
“Mba… mengapa semua orang menilai kita negatif… mentang-mentang jilbab kita besar??”, Tiara mengajukan pertanyaan yang pada umumnya ditanyakan akhwat yang baru berhijrah.
“Mereka belum paham dek…tetap istiqamah ya dek…semoga Allah memberi pintu hidayah bagi ayah dek Tiara…jangan takut…Allah bersama kita”, ujar mba Sofie dengan tersenyum sambil memeluk Tiara. Allah telah mempertemukan mereka dalam ikatan ukhuwah islamiyah.
Tiara dan mba Sofie segera bangkit untuk meninggalkan taman itu…perjalanan Tiara masih panjang. Langkah awal telah ditempuh Tiara dengan perjuangan berat. Sebuah komitmen telah dipilih Tiara, memperjuangkan agama ALLAH…mengibarkan bendera ISLAM. Meski tak ada restu dari sang ayah. Tiara masih berharap kelak ayah dan ibu menerima dia apa adanya. Setetes air mata berjatuhan di pipi Tiara. Sepanjat doa tulus dihanturkannya. Berharap ayah dan ibu akan baik-baik saja…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar